Daerah
Istimewa Yogyakarta identik dengan makanan khasnya yaitu gudeg. Gudeg sendiri
merupakan makanan khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terbuat dari nangka muda
(gori) yang dimasak dengan santan hingga berjam-jam. Gudeg biasanya dimakan
bersama dengan berbagai macam lauk pauk
seperti telur, krecek, ayam, tempe dan tahu bacem. Rasa gudeg biasanya manis
dan juga ada tambahan rasa gurih karena campuran bumbu areh (santan kental). Di
Yogyakarta, salah satu pusat kuliner dan oleh-oleh gudeg yang terkenal adalah
Sentra Gudeg Wijilan yang terletak dekat dengan Kompleks Keraton Yogyakarta. Ada
kurang lebih 12 kios yang menjajakan gudeg sebagai menu utama mereka. Warung-warung
Gudeg Wijilan mulai buka pukul 04.30 hingga pukul 20.00 setiap harinya.
Gapura
Selamat Datang Sentra Makanan Khas Gudeg Wijilan
Awal
mula terbentuknya Sentra Gudeg Wijilan yaitu ketika seorang penjual bernama Ibu
Slamet merintis usaha warung gudeg pada tahun 1942. Selang beberapa tahun,
muncul warung gudeg milik Ibu Djuwariah atau Yu Djum dan warung gudeg Campur
Sari. Pada tahun 1980, warung gudeg Campur Sari tutup tetapi tempat makan lain
seperti warung gudeg Bu Lies beserta warung gudeng lainnya mulai buka di sana
dan bertahan hingga saat ini.
Sentra
Gudeg Jalan Wijilan Yogyakarta
Gudeg
di daerah Wijilan memiliki rasa yang khas. Gudegnya adalah jenis gudeg kering
dengan rasa manis. Sebagai lauk pelengkap, daging ayam kampung dan telur bebek
yang dipindang kemudian direbus. Sedangkan rasa pedasnya datang dari paduan
sayur tempe dan sambal krecek. Disana beberapa penjual tidak keberatan
menunjukkan cara memasak gudeg kepada para pengunjung.
![]() |
| Sentra Gudeg Bu Nur |
Gudeg
di sentra ini juga cocok menjadi buah tangan karena tidak mudah basi dan mampu bertahan
selama tiga hari. Berbeda dengan gudeg Solo yang basah, gudeg di kawasan ini
justru kering karena tidak menggunakan areh yang diencerkan. Areh merupakan
kuah santan kental yang biasanya disajikan dengan cara disiram di atas nasi
atau lauk. Di daerah lain seperti Solo, areh yang dipakai berbentuk cair
sehingga tak kering seperti gudeg Wijilan.
Kemasan
untuk membungkus gudeg pun dapat dipilih sesuai selera, misalnya dikemas
menarik dengan menggunakan ‘besek’ (tempat dari anyaman bambu) atau menggunakan
‘kendil’ (guci dari tanah liat yang dibakar) dapat pula dibungkus menggunakan
dos (kardus). Harga yang dipatok cukup variatif, mulai dari Rp 13.000,00 - Rp.160.000,00,
tergantung lauk dan jenis kemasan yang dipilih.
![]() |
| Lauk gudeg meliputi krecek, telur, ayam, tahu, tempe |
Pada
buku Syafaruddin Murbawono yang berjudul Monggo Mampir: Mengudap Rasa Secara
Jogja (2009) menyebut bahwa gudeg Wijilan dahulu juga dipakai sebagai ubo rampe
keluarga Kerajaan Kasultanan Yogyakarta saat melakukan kembul bujono. Kembul
bujono adalah istilah untuk menamai kegiatan makan bersama-sama dengan
menggunakan daun pisang sebagai alasnya. Tak hanya mengisi perut, aktivitas ini
juga melambangkan kekompakan dan kerukunan.




Post a Comment